MANUSIA DAN PENDERITAAN
Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa
sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya
menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan
dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin.
Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan
bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan. Namun peranan
individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu
pristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan
penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan
energi untuk bangkit kembali bagi seseorang, atau sebagai langkah awal
untuk mencpai kenikmatan dan kebahagiaan.
Berbagai kasus penderitaan terdapat dalam kehidupan. Banyaknya macam
kasus penderitaan sesuai dengan liku-liku kehidupan manusia. Bagaimana
manusia menghadapi penderitaan dalam hidupnya ? penderitaan fisik yagn
dialami manusia tentulah diatasi dengan cara medis untuk mengurangi atau
menyembuhkannya, sedangkan penderitan psikis, penyembuhannya terletak
paa kemampuan si penderita dalam menyelesaikan soal-soal psikik yang
dihadapinya.
Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas
penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang
ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya
Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh
seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula
suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau
sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah
besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam
hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat.
Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada orang lain,
apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.
Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang
gamblang dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat
eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf
Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh
penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena
ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan
badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota
keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut.
Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren
Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan
akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul
sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri
(kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena
derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan”
dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari
melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf
eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai
sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia
masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan
merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948).
Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga
akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami
ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris,
Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi
cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia
belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak
selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan
energi pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam,
yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua
bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya
wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa
Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin
yang paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus
Tokoh Besar Dunia).
Penderitaan dan Kenikmatan
Tujuan manusia yang paling populer adalah kenikmatan, sedangkan
penderitaan adalah sesuatu yang selalu dihindari oleh manusia. Oleh
karena itu, penderitaan harus dibedakan dengan kenikmatan, dan
penderitaan itu sendiri sifatnya ada yang lama dan ada yang sementara.
Hal ini berhubungan dengan penyebabnya. Macam-macam penderitaan menurut
penyebabnya, antara lain: penderitaan karena alasan fisik, seperti
bencana alam, penyakit dan kematian; penderitaan karena alasan moral,
seperti kekecewaan dalam hidup, matinya seorang sahabat, kebencian orang
lain, dan seterusnya.Semua ini menyangkut kehidupan duniawi dan tidak
mungkin disingkirkan dari dunia dan dari kehidupan manusia.
Penderitaan dan kenikmatan muncul karena alasan “saya suka itu” atau
“sesuatu itu menyakitkan”. Kenikmatan dirasakan apabila yang dirasakan
sudah didapat, dan penderitaan dirasakan apabila sesuatu yang
menyakitkan menimpa dirinya. Aliran yang ingin secara mutlak menghindari
penderitaan adalah hedonisme, yaitu suatu pandangan bahwa kenikmatan
itu merupakan tujuan satu-satunya dari kegiatan manusia, dan kunci
menuju hidup baik. Penafsiran hedonisme ada dua macam, yaitu:
1. Hedonisme psikologis yang berpandangan bahwa semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan.
2. Hedonisme etis yang berpandangan bahwa semua tindakan ‘harus’ ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan.
Kritik terhadap hedonisme ialah bahwa tidak semua tindakan manusia
hedonistis, bahkan banyak orang yang tampaknya merasa bersalah atas
kenikmatan-kenikmatan mereka. Dan hal ini menyebabkan mereka mengalami
penderitaan. Pandangan Hedonis psikologis ialah bahwa semua manusia
dimotivasi oleh pengejaran kenikmatan dan penghindaran penderitaan.
Mengejar kenikmatan sebenarnya tidak jelas, sebab ada kalanya orang
menderita dalam rangka latihan-latihan atau menyertai apa yang ingin
dicapai atau dikejarnya. Kritik Aristoteles ialah bahwa puncak etika
bukan pada kenikmatan, melainkan pada kebahagiaan. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa kenikmatan bukan tujuan akhir, melainkan hanya
“pelengkap” tindakan. Berbeda dengan John Stuart Mill yang membela
Hedonisme melalui jalan terhormat, utilitarisme yaitu membela kenikmatan
sebagai kebaikan tertinggi. Suatu tindakan itu baik sejauh ia lebih
“berguna” dalam pengertian ini, yaitu sejauh tindakan memaksimalkan
kenikmatan dan meninimalkan penderitaan.
Penderitaan dan Kasihan
Kembali kepada masalah penderitaan, muncul Nietzsche yang memberontak
terhadap pernyataan yang berbunyi: “Dalam menghadapi penderitaan itu,
manusia merasa kasihan”. Menurut Nietzche, pernyataan ini tidak benar,
penderiutaan itu adalah suatu kekurangan vitalitas. Selanjutnya ia
berkata, “sesuatu yang vital dan kuat tidak menderita, oleh karenanya ia
dapat hidup terus dan ikut mengembangkan kehidupan semesta alam. Orang
kasihan adalah yang hilang vitaliatasnya, rapuh, busuk dan runtuh.
Kasihan itu merugikan perkembangan hidup”. Sehingga dikatakannya bahwa
kasihan adalah pengultusan penderitaan. Pernyataan Nietzsche ini ada
kaitannya dengan latar belakang kehidupannya yang penuh penderitaan. Ia
mencoba memberontak terhadap penderitaan sebagai realitas dunia, ia
tidak menerima kenyataan. Seolah-olah ia berkata, penderitaan jangan
masuk ke dalam hidup dunia. Oleh karena itu, kasihan yang tertuju kepada
manusia harus ditolak, katanya.
Pandangan Nietzsche tidak dapat disetujui karena: pertama, di mana
letak humanisnya dan aliran existensialisme. Kedua, bahwa penderitaan
itu ada dalam hidup manusia dan dapat diatasi dengan sikap kasihan.
Ketiga, tidak mungkin orang yang membantu penderita, menyingkir dan
senang bila melihat orang yang menderita. Bila demikian, maka itu yang
disebut sikap sadisme. Sikap yang wajar adalah menaruh kasihan terhadap
sesama manusia dengan menolak penderitaan, yakni dengan berusaha sekuat
tenaga untuk meringankan penderitaan, dan bila mungkin menghilangkannya
.
Penderitaan dan Noda Dosa pada Hati Manusia.
Penderitaan juga dapat timbul akibat noda dosa pada hati manusia
(Al-Ghazali, abad ke 11). Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihyaa’
Ulumudin, orang yang suka iri hati, hasad, dengki akan menderita hukuman
lahir-batin, akan merasa tidak puas dan tidak kenal berterima kasih.
Padahal dunia tidak berkekurangan untuk orang-orang di segala zaman.
Allah SWT telah memberi ilmu dan kekayaan atau kekuasaan-Nya, karena itu
penderitaan-penderitaan lahir ataupun batin akan selalu menimpa
orang-orang yang mempunyai sifat iri hati, hasad, dengki selama hidupnya
sampai akhir kelak.
Untuk mengobati hati yang menderita ini, sebelumnya perlu diketahui
tanda- tanda hati yang sedang gelisah (hati yang sakit). Perlu diketahui
bahwa setiap anggota badan diciptakan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Apabila hati sakit maka ia tidak dapat melakukan pekerjaan dengan
sempurna ia kacau dan gelisah. Ciri hati yang tidak dapat melakukan
pekerjaan ialah apabila ia tidak dapat berilmu, berhikmah, bermakrifat,
mencintai Allah dengan menyembah-Nya, merasa erat dan nikmat
mengingat-Nya.
Sehubungan dengan pernyataan ciri-ciri yang menderita, Allah berfirman:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia selain hanya untuk menyembah kepada-Ku”. (QS. 51: 56)
“Barangsiapa merasa mengerti sesuatu, tetapi tidak mengenal Allah,
sesungguhnya orang tersebut tidak mengerti apa-apa. Barangsiapa
mempunyai sesuatu yang dicintainya lebih daripada mencintai Allah, maka
sesungguhnya hatinya sakit. “katakanlah, hai Muhammad, apabila orang
tuamu, anakmu, saudaramu, istrimu, handai tolanmu, harta bendamu yang
engkau tumpuk dalam simpanan serta barang dagangan yang yang engkau
khawatirkan ruginya dan rumah tempat tinggal yang kamu senangi itu lebih
kamu cinta daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah,
maka tunggulah sampai perintah Allah datang”. (QS. 9: 24).
Hal lain yang menimbulkan derita terhadap seseorang adalah merasakan
suatu keinginan atau dorongan yang tidak dapat diterima atau menimbulkan
keresahan, gelisah, atau derita. Maka ia pun berusaha menjauhkan diri
dari lingkup kesadaran atau perasaannya. Akhirnya, keinginan atau
dorongan itu tertahan dalam alam bawah sadar. Namun, sering orang itu
mengekspresikan keinginan atau dorongan itu secara tidak sadar atau
dengan ucapan yang keliru. Atau, apakah orang-orang yang ada penyakit
dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian
mereka?
“Dan kalau Kami mengkhendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu,
sehingga kamu dapat benar-benar mengenal mereka dengan tanda-tandanya,
tetapi kamu mengenal mereka dari bicara mereka, dan Allah mengetahui
perbuatan-perbuatan kamu”. (QS. 47: 29-30).
Demikianlah Al-Quran telah mengisyaratkan tentang adanya ciri-ciri
orang yang tidak sadar (menderita) lewat kata-kata yang keliru, sejak 14
abat yang lalu sebelum dikemukakan oleh Freud, penemu teori
psikoanalisis. Bahkan sebuah hadist mengatakan:
“Tak seorang pun yang menyembunyikan suatu rahasia kecuali jika Allah
akan memberinya penutup. Apabila penutup itu baik, maka rahasia itu
baik, dan apabila penutup itu buruk maka buruk pula rahasia itu”.
(Tafsir Ibn Katsir, Vol. 4 hal. 180).
Obat supaya hati sehat di firmankan Allah sebagai berikut:
“Kecuali orang yang datang ke hadirat Allah SWT dengan hati yang suci”. (QS. 26: 89 ).
Jadi, mengenal atau makrifat kepada Allah yang membawa semangat taat
kepada Allah SWT dengan cara menentang hawa nafsu, merupakan obat untuk
menyembuhkan penyakit dalam hati (menderita gelisah) (Al-Ghazali, abad
ke-11).
Siksaan
Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasman, dan dapat
juga berupa siksaan jiwa atau rokhani. Akiabt siksaan yang dialami
seseorang, timbullah penderitaan. Siksaan yagn sifatnya psikis bisa
berupa : kebimbangan, kesepian, ketakutan. Ketakutan yang
berlebih-lebihan yang tidak pada tempatnya disebut phobia.banyak sebab
yang menjadikan seseorang merasa ketakutan antara lain : claustrophobia
dan agoraphobia, gamang, ketakutan, keakitan, kegagalan. Para ahli ilmu
jiwa cenderung berpendapat bahwa phobia adalah suatu gejala dari suatu
problema psikologis yang dalam, yang harus ditemukan, dihadapi, dan
ditaklukan sebelum phobianya akan hilang. Sebaliknya ahli-ahli yang
merawat tingkah laku percaya bahwa suatu phobia adalah problemnya dan
tidak perlu menemukan sebab-sebabnya supaya mendapatkan perawatan dan
pengobatan. Kebanyakan ahli setuju bahwa tekanan dan ketegangan
disebabkan oleh karena si penderita hidup dalam keadaan ketakutan terus
menerus, membuat keadaan si penderita sepuluh kali lebih parah.
Kekalutan Mental
Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental.
Secara lebih sederhana kekalutan mental adalah gangguan kejiwaan akibat
ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi
sehingga yang bersangkutan bertingkah laku secara kurang wajar. Gejala
permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :
1. nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung
2. nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah
Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah :
1. gangguan kejiwaan nampak pada gejala-gejala kehidupan si penderita bais jasmana maupun rokhani
2. usaha mempertahankan diri dengan cara negative
3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalam gangguan
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental :
1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna
2. terjadinya konflik sosial budaya
3. cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial
Proses kekalutan mental yang dialami seseorang mendorongnya kearah
positif dan negative. Posotf; trauma jiwa yang dialami dijawab dengan
baik sebgai usaha agar tetap survey dalam hidup, misalnya melakukan
sholat tahajut, ataupun melakukan kegiatan yang positif setelah
kejatuhan dalam hidupnya. Negatif; trauma yang dialami diperlarutkan
sehingga yang bersangkutan mengalami fustasi, yaitu tekanan batin
akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk fustasi antara lain
:
1. agresi berupa kamarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tak
terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadi hypertensi atau
tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya
2. regresi adalah kembali pada pola perilaku yang primitive atau kekanak-kanakan
3. fiksasi; adalah peletakan pembatasan pada satu pola yang sama (tetap) misalnya dengan membisu
4. proyeksi; merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negative kepada orang lain
5. Identifikasi; adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya
6. narsisme; adalah self love yang berlebihan sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior dari paa orang lain
7. autisme; ialah menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau
berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengan fantasinya sendiri yagn
dapat menjurus ke sifat yang sinting.
Penderitaan kekalutan mental banyak terdapat dalam lingkungan seperti :
1. kota – kota besar
2. anak-anak muda usia
3. wanita
4. orang yang tidak beragama
5. orang yang terlalu mengejar materi
Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab
timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai
berikut :
1. Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh
bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa
sikap positif ataupun sikap negative. Sikap negative misalnya penyesalan
karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, atau ingin bunuh diri.
Kelanjutan dari sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, mislanya anti
kawain atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup, dan sebagainya.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan, bahwa hidup
bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari
penderitaan dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan.
SIkap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin
timbul sikap keras atau sikap anti. Misalnya sifat anti kawin paksa, ia
berjuang menentang kawin paksa, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar